BANDUNG BARAT-GMN,- Menjelang peringatan Hari Jadi Kabupaten Bandung Barat (KBB) ke-18 pada 19 Juni mendatang, Aliansi Rakyat Bersatu (ARB) KBB menyuarakan kekecewaan terhadap stagnasi pembangunan daerah, baik di sektor ekonomi maupun infrastruktur.
Ketua ARB KBB, Bambang Irawan (BI), menyatakan bahwa tujuan utama dari pemekaran otonom Daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui optimalisasi pelayanan publik, percepatan pembangunan daerah, dan penguatan demokrasi lokal.
“Pemekaran seharusnya menjadi jalan untuk pemerataan pembangunan, mempercepat pengelolaan potensi daerah, serta meningkatkan efisiensi birokrasi. Namun, setelah 18 tahun berdiri, kami menilai Kabupaten Bandung Barat telah gagal memenuhi cita-cita tersebut,” ujar Bambang dalam keterangan pers yang diterima redaksi pada Minggu (8/6/2025).
Pasca Pilkada 2024 yang menghasilkan pasangan Jeje Ritchie Ismail – Asep Ismail sebagai Bupati dan Wakil Bupati, publik berharap ada akselerasi perbaikan layanan publik dan pembangunan infrastruktur. Namun harapan itu tampaknya tertahan oleh buruknya sistem komunikasi dalam tata kelola pemerintahan saat ini.
Bambang menyoroti adanya dugaan kebuntuan komunikasi antara pengambil kebijakan (bupati) dan pelaksana kebijakan (OPD), yang disinyalir disebabkan oleh peran Sekretaris Daerah (Sekda) Ade Zakir dan Sekretaris Pribadi (Sekpri) Bupati, Ridwan. Ia menyebut komunikasi birokrasi seolah “dibekam dan diikat,” menggambarkan betapa tidak bergeraknya roda pemerintahan di bawah kendali beberapa individu tertentu.
Lebih jauh, Bambang menyebut kondisi birokrasi KBB seolah dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu yang merasa memiliki daerah tersebut. Ia menuding masih banyaknya ASN yang merupakan loyalis bupati sebelumnya juga menjadi penghambat reformasi birokrasi.
ARB juga menuntut agar Bupati Jeje meninjau ulang Keputusan Bupati Nomor 100.3.3.2/Kep.157-BKPSDM/2024 terkait pengangkatan pejabat tinggi pratama, yang dinilai menyisakan polemik, termasuk belum dilantiknya Kepala Dinas KB hasil seleksi terbuka (open bidding).
“Masyarakat butuh pelayanan yang cepat, tepat, dan efisien. Tapi yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Pelayanan stagnan, tidak ada perbaikan signifikan,” ujar Bambang.
Sebagai tokoh yang pernah mendukung pasangan Jeje–Asep dalam Pilkada 2024, Bambang merasa kecewa dengan arah kepemimpinan yang dinilainya membawa misi pribadi dan tertutup terhadap masukan.
Ia bahkan menuding Sekpri Bupati sebagai aktor di balik kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak jelas arah dan tujuannya. “Saya melihat Sekpri justru jadi pembisik utama yang menyesatkan Bupati Jeje. Memang dia siapa? Dia anak kemarin sore yang tidak tahu apa-apa soal Bandung Barat, tapi seolah menjadi penentu arah kebijakan,” kritiknya tajam.
Bambang juga mengungkapkan bahwa bahkan dalam kondisi darurat, seperti saat terjadi bencana, banyak OPD tidak bisa berkoordinasi langsung dengan Bupati karena dihalangi oleh Sekpri. Ia juga menyinggung adanya dugaan intimidasi terhadap ASN dan penyadapan komunikasi oleh pihak-pihak yang bukan bagian dari birokrasi resmi.
“Kenapa Bandung Barat sampai seperti ini? Ada siapa di balik layar yang ikut campur tapi tidak punya kapasitas dan tidak paham soal daerah ini? Ini harus segera dibenahi,” pungkas Bambang.