Kota Bandung -GMN,- Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menyelenggarakan kegiatan Diseminasi Kelitbangan Kota Bandung Tahun 2019, Kamis (5/12/2019), di Hotel Mercure City Center, Kota Bandung.
Kegiatan yang mengusung tema “Peran Kelitbangan Dalam Transformasi Pelayanan Publik di Kota Bandung” ini dihadiri oleh perwakilan dari Bappeda/Bappelitbang/Balitbangda Kabupaten/Kota/Institusi Litbang Provinsi Jawa Barat, perangkat daerah dan kecamatan, perusahaan daerah, Tim Pertimbangan Kebijakan Publik, Tim Majelis Pertimbangan Kelitbangan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, akademisi, komunitas, dan stakeholder terkait lainnya.
Kegiatan dibuka oleh Kabid Penelitian dan Pengembangan pada Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan (Bappelitbang) Kota Bandung, Yuliandri Rahadiyanto. Dilanjutkan dengan sambutan dan arahan dari Sekretaris Bappelitbang Kota Bandung, Henryco Arie Sapiie.
Penyelenggaraan diseminasi kelitbangan untuk memfasilitasi perangkat daerah/kelompok/perorangan yang memiliki kepedulian untuk pembangunan Kota Bandung. Kegiatan ini bertujuan untuk mendesiminasikan hasil Litbang tahun 2019 kepada seluruh stakeholder terkait, meningkatkan pemanfaatan hasil Litbang dalam perencanaan pembangunan, khususnya di lingkungan Pemkot Bandung.
Dari kegiatan ini diharapkan, para peserta yang merupakan stakeholder kelitbangan dapat mengetahui perkembangan hasil-hasil kelitbangan Kota Bandung , serta terjalinnya komunikasi dan jaringan kerja sama lembaga litbang yang ada di wilayah Bandung dan sekitarnya.
Diseminasi kelitbangan diisi oleh tiga pemateri, yaitu Dewi Gartika, Dwi Purnomo, dan Pipit Pitriyan, Gunansah Munggaran, dan Rozar Prawiranegara.
Dewi Gartika, Peneliti Ahli Madya BP2D Provinsi Jawa Barat yang membawakan materi berjudul “Litbang Dalam Transformasi Pelayanan Publik” menyampaikan, di era otonomi daerah, masyarakat tidak hanya menuntut pelayanan publik yang lebih efisien dan memuaskan. Masyarakat juga menginginkan perilaku administrasi publik yang lebih responsif dan mencerminkan kepatutan, keseimbangan, etika, dan kearifan.
UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, lanjut Dewi, penyelenggaraan pelayanan publik harus berdasarkan pada 12 poin. Kesepuluh poin tersebut adalah, kepentingan umum; kepastian hukum; kesamaan hak; keseimbangan hak dan kewajiban; keprofesionalan; partisipatif; persamaan perlakuan/tidak diskrimantif; keterbukaan; akuntabilitas; fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; ketepatan waktu; serta kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
“Bentuk pelayanan prima atau sinambela meliputi transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban,” katanya.
Sedangkan bentuk pelayanan publik meliputi fasilitasi, advokasi, asistensi, supervisi, edukasi, fasilitasi inovasi daerah, pengembangan basis data kelitbangan, kerja sama kelitbangan, layanan pendaftaran KI, serta rekomendasi izin penelitian bagi peneliti asing.
Sementara itu, Dwi Purnomo menyampaikan materi tentang kajian pemetaan co-working space di 30 kecamatan se-Kota Bandung dengan tema “Membangun Perekonomian yang Kokoh, Maju, dan Berkeadilan”.
“Salah satu langkah pemerintah untuk mewujudkan perekonomian yang kokoh, maju, dan berkeadilan adalah dengan membuat co-working space sebagai tempat para pelaku ekonomi kreatif untuk merancang, menciptakan ide, dan mengembangkan bisnisnya,” katanya.
Tujuan kajian pemetaan co-working space adalah, untuk mengidentifikasi potensi co-working space di 30 kecamatan se-Kota Bandung; mengidentifikasikan stakeholder yang dapat berkolaborasi dalam pengembangan co-working space di 30 kecamatan se-Kota Bandung; dan merumuskan strategi implementasi pengembangan Co-Working Space dalam bentuk road map 5 tahun kepemimpinan,” paparnya.
Menurut Dwi, sejumlah kecamatan di Kota Bandung mempunyai potensi sebagai tempat co-working space. Tempat tersebut adalah, Kecamatan Rancasari, Cibiru, SumurBandung, Mandalajati, Ujungberung, Batununggal, Bandung Wetan, Astanaanyar, Arcamanik, Lengkong, Cibeunying Kidul, Cibeunying Kaler, Bandung Kulon, dan Kecamatan Sukasari.
Sedangkan kecamatan yang direkomendasikan menjadi tempat co-working space adalah, Kecamatan Gedebage, Cicendo, Sukajadi, dan Kecamatan Coblong. Sementara itu, kecamatan yang tidak direkomendasikan menjadi tem[at co-working space adalah, Kecamatan Regol, Antapani, Bojongloa Kidul, Panyileukan, Kiara Condong, BojongloaKaler, BuahBatu, Sukasari, Cidadap, Andir, Cinambo, Bandung Kidul, dan Kecamatan Babakan Ciparay.
Dwi dalam paparannya mengatakan, co-working space merupakan ruang kerja bersama ini dirancang sebagai ruang interaksi, bentuknya merujuk pada ruang yang dapat dipergunakan untuk berinteraksi antarwarga di kecamatan.
“Ruang-ruang ini dapat memanfaatkan ruang yang telah ada dimiliki oleh pemerintah kota, warga, swasta ataupun bahkan yang dimiliki oleh perseorangan sehingga dapat melaksanakan program aktivasi kolaboratif,” ungkapnya.
Pemateri lain, yaitu Pipit Pitriyan yang membawakan materi berjudul “Survei Persepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan di Kota Bandung Tahun 2019”, diantaranya memaparkan tentang permasalahan pembangunan yang dihadapi Kota Bandung. Kelima permasalahan tersebut adalah, kemacetan, sampah kota, semakin sulitnya masyarakat mendapatkan pekerjaan, mengecilnya persediaan air bersih, serta masalah banjir.
Pipit menyampaikan usulan solusi untuk masalah kemacetan, yaitu pemerintah daerah harus serius menangani angkutan umum dan transportasi massal. Untuk sampah, solusi yang diusulkan adalah, meningkatkan peran serta masyarakat mengelola sampah melalui konsep Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan). Untuk lapangan kerja, diusulkan untuk memberikan keterampilan berusaha, meningkatkan keterlibatan pihak swasta, serta pebaikan iklim usaha.
Solusi yang diusulkan untuk permasalahan air bersih adalah, melakukan penghijauan secara masif, pemeliharaan drainase, serta perluasan penyediaan sarana air bersih. Usulan solusi untuk permasalahan banjir adalah, pemeliharaan drainase serta pengerukan dan normalisasi sungai.
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Kota Bandung, Pipit merekomendasikan untuk memperbanyak sosialisasi pembangunan melalui media sosial diperbanyak dan media lain yang belum diakses. Meningkatkan softskill aparat RW hingga kecamatan dalam sebagai antisipasi meningkatnya aduan. Membentuk tim khusus dan inovasi program baru, masing masing untuk penanganan kemacetan dan sampah. Peningkatan infrastruktur non fisik dapat lebih disosialisasikan, antara lain layanan aduan.
Sementara itu, Rozar Prawiranegara membawakan materi berjudul “Faktor Lingkungan yang Berpotensi Menimbulkan Penyakit Kejadian Luar Biasa”. Ia mengatakan, Kota Bandung merupakan salah satu kota terpadat di Indonesia dan kondisi iklim yang cenderung tidak menentu, kondisi ini menjadikan kota bandung lebih rentan terhadap terjangkitnya penyakit berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB).
Penyakit yang berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB) : Kolera, Pes, DBD, Campak, Polio, Difteri, Pertussis, Rabies, Malaria, Avian Influenza H5N1, Antraks, Leptospirosis, Hepatitis, Influenza A baru (H1N1), Meningitis, Yellow Fever, dan Chikungunya
Strategi pencegahan penyakit potensial KLB dengan kesiapan komunitas. Masyarakat cukup mampu untuk memelihara infrastruktur kesehatan lingkungan, namun masih belum memiliki kemampuan untuk mengelola suprastruktur (penyelenggaraan rutin, keterlibatan masyarakat, rasa gotong royong.
Rozar menyarankan untuk melakukan perbaikan in frastruktur sistem informasi epidemologi; melakukan penataan kawasan padat penduduk dan kumuh; mitigasi dan adaptasi terhadap risiko bencana alam; serta meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan lingkungan terutama sanitasi dan sampah.
Pemateri terakhir, yaitu Gunansah Munggaran membawakan materi “Sistem Aplikasi E-Litbang dalam Optimalisasi Jejaring Kelitbangan Kota Bandung”. Gunansah mengatakan, manfaat Sistem Aplikasi E-Litbang adalah, memberikan kemudahan masyarakat dan stakeholder untuk mengakses hasil litbang, baik yang dilaksanakan oleh Bidang Litbang, perangkat daerah serta stakeholder Litbang lainnya, serta menghindari plagiarisme dan kemungkinan duplikasi kajian.
Sumber berita : humas.bandung.go.id