Scroll kebawah untuk baca berita/artikel !
Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaHeadlineNASIONAL

IAW Menilai, Rekrutmen BPJS Ada Kejanggalan dan Lemahnya Pengawasan

48
×

IAW Menilai, Rekrutmen BPJS Ada Kejanggalan dan Lemahnya Pengawasan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

BANDUNG, GMN,- Proses rekrutmen di BPJS, lembaga yang mengelola dana publik lebih dari Rp600 triliun dan menjadi penopang jaminan hidup 278 juta rakyat Indonesia, kini disorot karena dinilai penuh kejanggalan teknis dan lemahnya pengawasan. Dari unggah data peserta yang gagal dikonfirmasi hingga dokumen yang “tidak terupload”, praktik administrasi yang kacau menjadi wajah nyata tata kelola BPJS yang bermasalah.

“Lebih ironis lagi, semua itu terjadi di bawah mata Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), lembaga yang seharusnya bertanggungjawab mengawasi dan memastikan integritas sistem jaminan sosial nasional. Termasuk pola rekrutmen saat ini, sangat berantakan! Belum pernah terjadi seperti itu,” kata Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus dalam keterangan tertulis, Sabtu (25/10/2025). 

Example 300x600

Secara hukum, pengawasan dan tata kelola BPJS telah diatur jelas. UU No. 40/2004 tentang SJSN pasal 7 mewajibkan DJSN melakukan monitoring dan evaluasi terhadap seluruh pelaksanaan sistem jaminan sosial. UU No. 24/2011 tentang BPJS pada pasal 28–30 menekankan bahwa seleksi anggota Dewan Pengawas dan Direksi BPJS harus dilakukan terbuka, objektif, dan transparan.

Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2015 menurunkan aturan operasional yang lebih rinci. Menteri Kesehatan dan Menteri Ketenagakerjaan memiliki kewenangan membentuk Pansel (Pasal 10), sementara DJSN hanya berhak mengusulkan unsur masyarakat, bukan mengambil alih (Pasal 14–15). Proses seleksi juga harus transparan, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan (Pasal 22–23).​

Namun praktik di lapangan jauh dari aturan itu. Berdasarkan laporan peserta seleksi Pansel BPJS Ketenagakerjaan 2025 ke IAW, berkas yang diunggah sering dinyatakan “tidak terupload” meski peserta memastikan sudah lengkap. Tidak ada mekanisme klarifikasi kesalahan unggah, kanal keberatan, atau verifikasi ulang. DJSN pun tetap diam dan tidak mengumumkan koreksi publik.

Baca Juga:  Transformasi Energi Dimulai: MUJ Gandeng Asian Clean Energy Kelola Flare Gas Jadi Listrik

“Padahal seleksi tujuannya untuk mencari direksi dan dewan pengawas yang terbaik, tetapi Pansel malah masih terjebak dengan pola masalah administrasi semata. Itu saja tidak mampu mereka kelola dengan sempurna. Dengan kata lain, aturan jalan tapi pengawas tidur!” tegas Iskandar. 

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat pola serupa selama sepuluh tahun terakhir, termasuk lemahnya pengawasan, tumpang tindih data, dan minimnya sistem verifikasi serta evaluasi di BPJS. Beberapa catatan utama mencakup defisit keuangan yang sempat mencapai Rp125 triliun pada 2019, meski turun menjadi Rp32,4 triliun pada 2023, serta jutaan data peserta bermasalah akibat NIK ganda dan sistem klaim yang lemah.

“Ini bukan masalah teknis, tapi masalah budaya birokrasi dan lemahnya sistem pengawasan publik,” ujar Iskandar. DJSN juga dianggap pasif menindaklanjuti rekomendasi BPK, termasuk pengawasan atas Direksi dan Dewan Pengawas BPJS.

Dampak dari cacat administrasi dalam rekrutmen bukan hanya soal prosedur. Secara hukum, UU Tipikor, UU SJSN, dan Perpres 81/2015 menegaskan pejabat publik harus akuntabel, seleksi harus terbuka, dan negara wajib menutup defisit akibat kesalahan pengelolaan.

“Artinya, kesalahan prosedural dalam rekrutmen bisa menjadi beban APBN dan membuka ruang bagi potensi kerugian keuangan negara, itu sesuatu yang bisa masuk ranah hukum sesuai pasal 2–3 UU Tipikor bila ada indikasi penyalahgunaan wewenang,” jelas Iskandar.

Selain risiko hukum, pelayanan publik juga terdampak. Rumah sakit menunda layanan BPJS karena klaim lambat dibayar, antrean peserta BPJS Kesehatan memanjang, dan potensi konflik sosial meningkat. BPJS Ketenagakerjaan pun terancam kehilangan momentum reformasi investasi akibat kepemimpinan yang dipilih melalui proses seleksi tidak kredibel.

IAW merekomendasikan audit penuh rekrutmen Pansel 2025, laporan pengawasan publik DJSN, revisi Perpres 81/2015 dengan sanksi bagi yang lalai, judicial review ke Mahkamah Agung untuk memperjelas kewenangan, dan transparansi digital semua proses seleksi seperti sistem e-procurement LKPP.

Baca Juga:  Rakernas III ABPPTSI 2025: Memperkuat Peran Strategis PTS Setara dengan PTN Wujudkan Indonesia Maju

Presiden Prabowo Subianto kini menghadapi ujian tata kelola BPJS: apakah akan melanjutkan sistem yang rapuh atau memperbaikinya dari akar. BPJS bukan sekadar lembaga keuangan, tetapi janji konstitusi agar rakyat hidup sehat dan terlindungi.

“Jika rekrutmen saja tidak bisa jujur dan akuntabel, bagaimana mungkin pelayanan di lapangan akan adil? DJSN harus kembali ke fungsinya, yaitu pengawas independen, bukan penonton pasif. Karena dalam negara hukum, yang diam saat melihat penyimpangan, ikut bersalah!” tutup Iskandar.


Example 300250
Example 300250
Example 300250
Example 300250
Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *