SUBANG-GMN,- Pengerjaan proyek lining saluran Tinaragung yang berlokasi di Desa Sagalaherang Kidul, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, menuai sorotan publik. Proyek yang dikerjakan oleh CV Fatra Jaya dengan nilai kontrak Rp94,6 juta dari APBD Subang tahun anggaran 2025 ini diduga mengabaikan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Hasil pantauan GlobalMediaNews di lokasi, Rabu (19/8/2025), tampak para pekerja tidak mengenakan alat pelindung diri (APD) seperti helm proyek, sepatu boot, maupun sarung tangan. Selain itu, papan proyek juga tidak menampilkan informasi teknis detail mengenai panjang, lebar, dan tinggi bangunan.
Kondisi tersebut jelas berisiko bagi keselamatan pekerja. Seharusnya pelaksana proyek lebih memperhatikan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya mengatakan, proyek sudah berjalan sekitar dua minggu. “Kalau soal anggaran ada di papan proyek, nilainya Rp94.685.000. Untuk ukuran teknis saya tidak tahu, takut salah jawab. Kalau ingin jelas, telepon saja ke Pak Dian,” ucapnya.
Saat dikonfirmasi melalui telepon, Dian selaku penanggung jawab proyek membenarkan bahwa pihaknya telah menyediakan APD. Namun, ia mengakui para pekerja sering melepasnya karena merasa gerah atau licin saat bekerja.
“Sepatu boot dan helm ada, tapi kadang dilepas. Proyek ini merupakan aspirasi dari masyarakat melalui dewan PDIP. Saya kebetulan juga petugas partai,” jelasnya.
Dian menambahkan, pembangunan tersebut merupakan aspirasi masyarakat melalui dewan PDIP untuk mencegah terjadinya longsor di tanah bengkok desa. Menurutnya, semua pekerja juga sudah didaftarkan ke program asuransi tenaga kerja (Astek) sehingga mendapat perlindungan asuransi bila terjadi kecelakaan.
“Ya insya Allah nanti lebih diperhatikan lagi K3-nya, jangan khawatir. BPJS Ketenagakerjaan pekerjanya juga sudah jadi semua. Sebelum pelaksanaan pekerjaan sudah dibuat sesuai ketentuan dari dinas, karena keselamatan pekerja itu penting dan sudah ada jaminan dari BPJS bila mana terjadi kecelakaan kerja. Mudah-mudahan hal itu tidak terjadi,” ujarnya.
“Kami tidak main-main dengan pekerjaan ini. Kalau hasilnya jelek, nama partai juga jadi jelek. APD sudah disiapkan, hanya saja pekerja kadang enggan memakainya. Setiap hari ada pengawas di lapangan. Kami tidak masalah dikontrol tiap hari juga, yang penting kami riil di lapangan. Pemeriksaan itu bukan hanya fungsi kontrol dari rekanan media saja, tapi juga melekat dari dinas, kabupaten, tingkat provinsi, bahkan dewan juga mengontrol. Bahkan kemarin Pak Camat juga datang mengecek ke lapangan,” ungkapnya.
Ia menegaskan, pengawasan terhadap proyek tersebut tidak hanya dilakukan oleh media, tetapi juga masyarakat. “Di sana ada warung, BPD juga tahu, bahkan BPD setiap hari ikut mengontrol,” tegasnya.
Meski demikian, kewajiban penggunaan APD dalam proyek konstruksi sebenarnya sudah diatur jelas dalam sejumlah regulasi, di antaranya: UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3
Dengan adanya temuan ini, diharapkan instansi terkait harus melakukan pengawasan lebih ketat agar setiap pelaksanaan proyek pembangunan benar-benar memenuhi standar K3 demi keselamatan para pekerja.