Lesbumi Subang Dorong Anak Muda Jadi Subjek dalam Perda Kebudayaan
Sebarkan artikel ini
Subang, GMN,-Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) PCNU Subang menggelar Diskusi Publik Budaya yang berlangsung pada Rabu, 23 Juli 2025, di Gedung PCNU Subang. Diskusi ini menjadi ruang strategis dalam upaya menggali, merawat, dan melindungi warisan budaya lokal yang mulai tergerus modernisasi.
Ketua Lesbumi Subang, Agus Eko Muchamad Solihin atau yang akrab disapa Gus Eko, menegaskan bahwa anak muda harus menjadi subjek, bukan hanya objek, dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kebudayaan yang tengah digodok Pemerintah Kabupaten Subang.
“Generasi muda Subang harus dilibatkan langsung dalam proses penyusunan kebijakan. Mereka tidak boleh hanya jadi penonton, tapi ikut menentukan arah pelestarian budaya di daerahnya,” tegas Gus Eko.
Menurutnya, diskusi ini bertujuan mengangkat kekayaan budaya Subang yang masih tersembunyi, agar dikenal dan dijaga bersama. Ia menyebut pentingnya ngaguar (menggali), ngariksa (merawat), dan ngajaga (menjaga) budaya dari kerusakan maupun klaim sepihak atas kekayaan intelektual para seniman dan budayawan lokal.
Momentum Hari Anak Nasional
Kegiatan ini juga bertepatan dengan Hari Anak Nasional 2025. Lesbumi sengaja melibatkan organisasi kepemudaan (OKP) dan anak-anak untuk mendorong partisipasi aktif mereka dalam perumusan kebijakan budaya.
“Kami ingin mereka memiliki momen penting, bahwa pernah ikut berdiskusi soal kebudayaan untuk masa depan Subang,” tambahnya.
Pendekatan Psikoanalisis dalam Memahami Budaya
Narasumber Kaka Suminta memberikan perspektif menarik bahwa budaya tidak hanya terlihat dari tradisi lahiriah, tapi juga menyimpan memori kolektif yang terekam dalam kesadaran bawah masyarakat.
“Melalui pendekatan psikoanalisis, kita bisa menggali makna mendalam di balik simbol, ritual, dan kebiasaan,” ujarnya.
Dukungan Penuh DPRD Subang untuk Perda Kebudayaan
Wakil Ketua DPRD Subang, Udaya Rumantir, menyambut baik forum ini sebagai bentuk partisipasi publik dalam perumusan Perda Kebudayaan. Ia menyoroti pentingnya melestarikan situs sejarah seperti monumen perjuangan di Kalijati, dan menyebut bahwa pelestarian budaya juga dimulai dari rumah, salah satunya dengan membiasakan penggunaan bahasa ibu.
Udaya juga menyinggung soal tantangan dalam menciptakan produk seni, yang membutuhkan proses panjang dan biaya tidak sedikit.
“Hanya tampil 5 menit di panggung, tapi latihan bisa berbulan-bulan. Ini perlu kita hargai,” tuturnya.
Ketua Komisi IV DPRD Subang, Zaenal Mufid, menegaskan bahwa inisiatif Perda Kebudayaan menjadi hak inisiatif DPRD, yang juga berangkat dari kekhawatiran terhadap makin terkikisnya situs-situs budaya oleh kepentingan industri.
“Diskusi ini jadi ruang penting bagi kami untuk menyerap kebutuhan para seniman, budayawan, pemuda, juga para kiai. Sehingga Perda yang dihasilkan nantinya benar-benar bisa diimplementasikan,” ujarnya.
Zaenal menambahkan bahwa ke depan, Perda Kebudayaan harus menjadi dasar kerja yang konkret dan produktif.
“Bidang Kebudayaan menciptakan produknya, dan Bidang Pariwisata menjualnya. Ini sinergi strategis demi kemajuan budaya dan kesejahteraan masyarakat Subang,” pungkasnya.