BANDUNG BARAT, GMN,- Masyarakat Adat dari berbagai wilayah Indonesia berkumpul di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tangkubanperahu, untuk mengikuti upacara adat Ngertakeun Bumi Lamba ke 17 tahun, Minggu (22/6/2025).
Sekitar 2000 warga (masyarakat adat) khusuk mengikuti upacara. Tidak hanya warga suku Sunda, upacara adat yang digelar tahunan ini juga diikuti suku Bali, suku Dayak hingga berbagai suku lainnya, tokoh suku Dayak, Panglima Jilah pun hadir dalam rangkaian khidmat Ngertakeun Bumi Lamba.
Ketua Panitia Ngertakeun Bumi Lamba, Rakean Radite Wiranatakusumah mengatakan, bersyukur pada tahun ini sekitar 2000 peserta hadir dari perwakilan adat, “Khususnya perwakilan Masyarakat Adat Pegunungan, ada perwakilan Gunung Lawu, Selamet, Arjuno, sampai Gunung Batur Bali, dari Dayak diwakili Panglima Jilah, Minahasa dari Tondano,” kata Rakean Radite usai kegiatan.
Selain ritual adat tahunan, Ngertakeun Bumi Lamba kali ini menekankan pesan agar generasi muda terlibat aktif dalam menjaga dan melestarikan alam.
“Selain menghaturkan doa, memohon keselamatan dan kedamaian kepada Tuhan, kami juga mendorong spirit pelestarian itu bisa kita tebar terutama kepada generasi muda, membangun kesadaran bersama bahwa kelestarian alam harus kita jaga. Itu yang diamanatkan leluhur dalam Ngertakeun Bumi Lamba,” ungkapnya.
Dia menambahkan, upaya untuk menjaga dan melestarikan alam telah mendesak untuk segera dimulai melalui ruang lingkup terkecil. Generasi muda memiliki andil untuk menekan kerusakan alam yang terlihat semakin masif dari waktu ke waktu.
“Ngertakeun Bumi Lamba selain tradisi yang kita gelar setiap tahun, kami berharap semoga bisa menjadi pusat sadar pusat radar dalam membangun kesadaran untuk peduli lingkungan, dimulai dari diri kita sendiri, rumah kita, lingkungan terkecil, hingga alam semesta,” tandasnya.
Di lokasi yang sama, tokoh suku Dayak, Agustinus Jilah atau Panglima Jilah menegaskan bahwa, Ngertakeun Bumi Lamba menjadi wahana untuk menyatukan budaya yang ada di Nusantara.
“Ini adalah suatu wadah adat yang menyatukan budaya Nusantara yang digabungkan di Ngertakeun Bumi Lamba. Supaya negara ini tetap damai tentram dan sejahtera,” kata Jilah.
Panglima Jilah juga melontarkan hal serupa, dimana upaya untuk menjaga dan melestarikan alam merupakan hal mendesak untuk segera dilakukan oleh seluruh pihak, termasuk oleh generasi muda.
Dia pun tak menampik jika kerusakan alam tengah terjadi secara masih di Indonesia. “Iya. Jaga alam, alam tidak butuh manusia tapi manusia yang butuh alam,” ujar.
Di lokasi yang sama, perwakilan pengelola TWA Tangkubanparahu, Graha Kaban mengatakan bahwa pihaknya mendukung penuh kegiatan-kegiatan adat dan budaya yang berkaitan dengan upaya untuk menjaga kelestarian alam.
Ngertakeun Bumi Lamba merupakan kegiatan rutin yang digelar TWA Gunung Tangkubanparahu. “Tentu kita mendukung penuh kegiatan seperti ini, ini positif, melestarikan adat budaya dan menggaungkan pelestarian alam,” kata Graha Kaban.